Selasa, 25 Juni 2013

HIJAUAN MAKANAN TERNAK



 LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
BAB  I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Hijauan pakan ternak adalah bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ternak. Hijauan merupakan bahan makanan utama ternak ruminanasia karena berfungsi sebagai pengenyang(bulky) dan sebagai sumber karboihidrat,protein,vitamin dan mineral.untuk memperoleh produksi hijauan tinggi ,dengan kualitas,kuantitas maupun kontinuitas  terjamin perlu dibuat kondisi lingkungan optimal tersebut akan dicapai apabila diikuti dengan perencanaan yang matang dan tekhnik budidaya yang sesuai dengan keadaan setempat. Hijauan ini terdiri dari leguminosa(kacang-kacangan), graminae(rumput), dan tanaman lain. Ke tiganya memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, seperti kadar protein yang tinggi terdapat dalam legume, sedangkan protin dalam rumput sangat rendah, namun produksi rumput ini sangat tinggi jika dibandingkan legume, sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan kombinisi.


Rumput memiliki peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia di Indonesia. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak. Hijauan pakan terutama rumput-rumputan (graminae) telah banyak dibudidayakan, terutama rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang memiliki produksi dan kandungan nutrisi cukup tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan ternak. Rumput gajah memiliki sifat baik yaitu responsif terhadap pemupukan dan mampu tumbuh pada kondisi tanah yang kurang baik. Hijauan pakan khususnya rumput dapat dikembangbiakkan menggunakan biji (generatif), atau menggunakan stek (vegetatif).

Contoh legum dan rumput adalah gamal atau Glirisidia maculata dan rumput gajah atau Penisetum purpureum      . Gamal memiliki protin yang cukup tinggi untuk mencukupi nutrisi ternak, namun produksinya rendah, jika dikombinasikan dengan rumput gajah yang produksinya tinggi akan didapat hasil yang baik. Ke 2 tanaman ini yang akan dibahas dalam laporan ini.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk merawat tanaman yang benar, untuk mengetahui teknik penanaman hijauan pakan ternak yang benar, untuk mengetahui makanan ternak, kandungan nutrisi pada hijauan ternak serta dapat mengetahui hijauan mana saja yang di sukai ternak.
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  RUMPUT GAJAH


Kingdom:  Plantae (Tumbuhan)  Subkingdom:  Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi:  Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi:  Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas:  Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas:  Commelinidae Ordo:  Poales Famili:  Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus:  Pennisetum Spesies:  Pennisetum purpureum

Keterangan ;
1.1.  rumput gajah mudah cenderung di sukai ternak karena lebih muda di cerna oleh ternak.

1.2.  Rumput gajah yang sudah tua cenderung tidak di sukai ternak karena sudah keras batang nya serta cenderung di buat untuk pembibitan oleh Petani.

2.1.2 Syarat Tumbuh
Rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing.(anonimus, 2009)

Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek, dengan fotoperiode kritis antara 13-12 jam. Namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat kurang sehingga menjadi penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk. Disamping itu, kecambahnya lemah dan lambat. Oleh karenanya rumput ini secara umum ditanam dan diperbanyak secara vegetatif. Bila ditanam pada kondisi yang baik, bibit vegetatif tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian sampai 2-3 meter dalam waktu 2 bulan.

Rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan.
2.1.2 Kandungan Nutrisi
Menurut Van Soest. ( 1978 ) , hijauan pada saat dipotong atau dipanen merupakan hasil gabungan antar a pertumbuhan tanaman dan faktor lingkungan yang mempengaruhi distribusi fotosintesis dari energi dan zat – zat makanan dari tanaman terse but. Kondisis lingkungan selama pertumbuhan tanaman, menentukan komposis i kimia dan nilai makanan hijauan tersebut. Lopez ( 1978 ) menyatakan, b ahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia dan nialai makanan dari rumput antara lain, umur hijauan, musim, kandungan air / k elembaban dan kesuburan tanah.

Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen ya ng diadakan secara teratur berkisar antara 2-4% Protein Kasar (CP; Crude Protein) selalu diatas 7% untuk varietas Taiwan, semakin tua rumput CP- nya semakin menurun. Pada daun muda nilai ketercernaan (TDN) diperkiraka n mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia tua hin gga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena keras) ke cuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air.
Menurut Hartadi et al. (1993), kandungan nutrisi rumput gajah berdasar 100 % Bahan Kering (BK) yaitu Protein Kasar (PK) 10,1%; Lemak Kasar (LK) 2,5%; Serat Kasar (SK) 31,2%; Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 46,1%; TDN 59% dan abu 10,1%.
Protein kasar dan serat kasar bahan pakan sangat penting untuk diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau mutu suatu bahan pakan. Tinggi pemotongan dan dosis pemupukan nitrogen yang berbeda diduga mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasar rumput meksiko, sehingga akibatnya juga mempengaruhi kualitas rumput tersebut
2.1.3  Hama Penyakit
Penyakit yang biasa menyerang rumput gajah yaitu kutu Helminthosporium sacchari. Tindakan yang paling baik untuk mencegahnya adalah dengan menggunakan kultivar yang tahan penyakit tersebut. Namun demikian secara umum kami tidak menemukan serangan hama pada rumput gajah yang ditanam. Kebanyakan hanya merupakan serangan belalang dan ulat yang masih bisa di tolerir.









Gamal atau Gliricidia sepium adalah tanaman leguminosa pohon yang dapat tumbuh dengan cepat didaerah tropis. Dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah dan pH rendah sampai tinggi (4,5-6,9)m serta tahan terhadap curah hujan yang rendah sampai tinggi (50-100mm/bln).

Sebagai hijauan pakan ternak ruminansia keberadaannya cukup berpotensi, tetapi belum banyak peternak yang memanfaatkan dengan alasan ternak tidak menyukai karena alasan spesifik. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara proses pelayuan dengan penjemuran dibawah sinar matahari untuk beberapa jam atau dengan membiarkan hijauan tersebut selama semalam ditempat yang teduh. Membiasakan ternak dengan Gamal dapat dilakukan dengan meningkatkan pemberian hijauan Gamal secara bertahap hingga ternak terbiasa.
2.2.1 Komposisi kimia atau kandungan nutrisi daun gamal:
·         Daun gamal memiliki nilai gizi yang cukup baik yaitu 22,1% bahan kering, 23,5% protein dan 4200 Kcal/kg energi.
·         BK: 93,40%, BO: 80,98%, Abu: 12,42%, PK: 9,51%, SK: 36,27%, LK: 1,51%, BETN: 33,69%, Ca: 0,80%, P: 0,52%, Em (Kkal): 3,662.
·         Batas maksimum penggunaan dalam ransum ayam broiler 5% dan ayam petelur 2,5%. Pemberian daun Gamal pada ayam berupa tepung daun yang dicampur dengan bahan pakan lainnya. Pemberian tepung daun sebanyak 2,5% sudah cukup untuk memberikan warna kuning yang cerah, pemberian yang lebih tinggi tidak banyak meningkatkan warna kuning telur.

Komposisi Nilai Nutrisi Gamal
Parameter
%
Protein Kasar
Lemak
Energi Kasar kkal / kg
SDN
Lignin
Abu
Ca
P
25,17
2,9
19,89
35,0
8,6
8,8
2,7
0,35





































2.3 Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)


            Tanaman lamtoro berbentuk pohon mencapai ketinggian 10-50 m dan memiliki sistem perakaran yang cukup dalam, daun kecil-kecil, bentuk lonjong sedangkan bunganya bertangkai dan warnanya kekuningan. Daun tanaman lamtoro untuk makanan ternak kambing dan memiliki protein yang tinggi dan diberikan dalam bentuk segar juga diberikan dalam bentuk campur dengan bahan pakan yang lain untuk melengkapi protein dan energy. Sedangkan daun lamtoro yang dapat diberikan kepada ternak sebanyak 10-40%. Lamtoro memiliki daun dan ranting yang disukai ternak, tanaman lamtoro mempunyai daya palatabilitas (tingkat kesukaan) yang tinggi dan kandungan Nilai Prtotein Kasar (PK) : 38,58%, bahan kering (BK) : 29,66%, lemak: 3,50%, serat kasar (SK) : 11,96%, BETN: 46,01%, Abu: 7,79%, Mineral: 7,98%, EM: 19,67 kkal.
Siregal (1996) menyatakan bahwa, hijauan lamtoro memiliki kandungan zat gizi seperti PK: 24,2%, BK: 24,8%, lemak: 3,7%, SK: 21,5%, dan BETN: 43,1%. Sedangkan Polo (1985) menyatakan bahwa toleransia berbagai  jenis ternak terhadap lamtoro adalah berkisar antara 40-60%. Lamtoro mempunyai zat gizi yaitu PK: 36,80%, Lemak: 1,4%, sebagai sumber protein yang di sukai oleh ternak.
Lamtoro (Leucaena leucocephala) sudah dikenal di Indonesia sejak dulu dengan nama petal cina . Tanaman ini termasuk kacang-kacangan yang berasal dari Amerika Tengah . Tanaman ini dibawa ke Indonesia pada abad ke-20 sebagai tanaman peneduh di perkebunan-perkebunan (Budiman dkk ., 1994) . Sekarang tanaman ini tersebar di seluruh pelosok pedesaan karena mudah tumbuh hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup Kegunaan tanaman ini telah banyak dilaporkan yakni sebagai pupuk hijau, bahan bangunan, tanaman pelindung untuk tanaman cacao, tanaman pinggir jalan, pagar hidup, pencegah erosi, bahan baku pembuat kertas, bahan bakar dan sebagai pakan hijauan yang berprotein tinggi .Produktivitas ternak yang rendah pada peternakan kecil di daerahpedesaan disebabkan ternak hanya diberi pakan rumput yang kandungan nutrisinya rendah terutama protein . Produktivitas ternak akan meningkat bila kebutuhan gizinya terpenuhi antara lain dengan pemberian pakan tambahan yang berkualitas. Menurut Mathius (1993), lamtoro sebagai pakan hijauan yang berkualitas belum dimanfaatkan secara optimal dan belum banyak dikomersilkan . Dengan meningkatnya pengetahuan para peternak maupun penyuluh lapangan, diharapkan pemanfaatan lamtoro sebagai pakan tambahan dapat meningkatkan produktivitas ternak di pedesaan terutama pada peternakan rakyat berskala kecil .


2.3.1           NILAI GIZI
Bila dilihat dari kandungan nutrisinya hijauan ini termasuk hijauan yang bernilai gizi cukup baik, lamtoro mengandung protein, kalsium dan energi yang tinggi . Menurut Jones (1979) dan Haryanto (1993), daun lamtoro mengandung protein yang relatif rendah tingkat pemecahannya di dalam rumen sehingga merupakan sumber protein yang balk untuk ternak ruminansia . Kandungan proteinnya berkisar antara 25 - 32% dari bahan kering, sedangkan kalsium dan fosfomya berturut-turut antara 1,9 - 3,2% dan 0,15 - 0,35% dari bahan kering (Askar dkk ., 1997) . Kisaran ini disebabkan oleh perbedaan varitas, kesuburan tanah, umur panen (daun muda akan mengan-dung protein yang lebih tinggi daripada daun tua), iklim serta komposisi campuran daun dan tangkai daun . Kandungan mineral lainnya seperti Fe, Co dan Mn, menurut Mathius (1993) masih berada diambang batas yang tidak membahayakan untuk dijadikan pakan, sedangkan rendahnya kadar sodium dan iodium dapat diatasi dengan pemberian mineral lengkap yang dicampur dengan garam dapur (Jones, 1979) . Selanjutnya menurut Yates (1982) pemberian garam dapur yang dicampur mineral suplemen (yang mengandung unsur-unsur trace element seperti Cu, Fe, Mn, Zn, I, Co, Se, Mo, S, Ca, dan Na ) pada hijauan lamtoro untuk domba dapat meningkatkan bobot badan harian sebesar dua kali lipat.
2.3.3 ZAT ANTI NUTRISI
Lamtoro termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatan-nya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi . Lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu asam amino non protein yang disebut mimosin, yang dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Haryanto, 1993 dan Siregar, 1994) .
Ternak ruminansia yang mengkonsumsi pakan yang mengandung mimosin dalam dosis yang tinggi dapat menunjukkan gejala kehilangan bulu .Akan tetapi dengan bantuan mikroorganisme tertentu atau enzim, mimosin dapat dirombak menjadi 3-hydroxy-4 (IH) pyridone (DHP) yang derajad keracunannya Iebih rendah . Mikroorganisme tersebut terdapat dalam rumen ternak ruminansia Indonesia (Lowry, 1982 dan Haryanto, 1993), sedangkan enzim terdapat pada tanaman Iamtoro dewasa dan hampir terdapat pada semua bagian sel tanaman (Lowry, 1982) . Menurut Jones (1979) konsentrasi tertinggi terdapat pada tunas baru (12% bahan kering), kemudian biji (4-5% bahan kering) dan terendah pada ranting yang masih hijau (1-2% bahan kering) . Zat anti nutrisi Iainya yang terkandung di dalam Iamtoro yaitu asam sianida (HCN) yang berpengaruh buruk karena dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak . Asam sianida dapat menyebabkan keracunan akut (mematikan) dan keracunan kronis . Pada dosis rendah HCN yang masuk dalam tubuh ternak dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menurunkan kesehatan ternak










2.4    JERAMI

jerami adalah bagian batang tumbuhan yang setelah dipanen bulir-bulir buahnya baik bersama tangkainya atau tidak dikurangi dengan akar dan sisa batang yang disabit dan masih tegak dipermukaan tanah. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai l2- 15 ton per hektar satu kali panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan.  Jerami  padi dihasilkan 1-2 kali di daerah kering, dan sebagian petani masih membiarkannya tertumpuk pada lahan sawah sampai datangnya musim tanam kembali.
Jerami padi melimpah selama musim hujan, namun langka pada musim kemarau. Jumlahnya  cukup besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan, potensinya sebagai salah satu sumber makanan ternak memang memiliki nulai nutrisi yang relatif rendah.
2.4.1 POTENSI DAN KENDALA JERAMI PADI
SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Potensi
Berdasarkan perhitungan, produksi jerami padi  dapat mencapai 41 juta ton bahan kering per tahun, dan  sebagian besar (21 juta ton) dihasilkan di Pulau Jawa  dan Bali (BPS, 1991). Menurut KOMAR(1984), hanya  sekitar 31% produksi jerami padi yang digunakan  sebagai pakan, sedangkan 62% dibakar dan 7% untuk keperluan industri. Hasil survei inventarisasi limbah pertanian di Jawa dan Bali yang dilakukan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
MadadanDirektoratBinaProgramtahun1982 (ANONIMOUS,1982),mengasumsikanrataanproduksi jerami padi sawah sebesar 3,86 ton bahan kering/ha/panen, dan padi ladang 2,76 ton bahan kering/ha/panen. Luas panen padi sawah di Jawa dan Bali tahun 2001 sekitar 10.419.400 ha, dan padi ladang 1.086.600 ha (BPS, 2001). Dengan luasan tersebut maka produksi jerami padi sawah per panen sebanyak: 10.419.400 x 3,86 = 40.218.884 ton bahan kering, dan padi ladang sebanyak 1.086.600 x 2,76 = 2.999.016 ton bahan kering. Total bahan kering jerami padi dari sawah dan ladang yang tersedia sebanyak 43.217.900 ton/panen. Menurut UTOMO at al. (1998), ternak ruminansia hanya mampu mengkonsumsi jerami padi sebanyak 2% dari bobot badan (dikonversi dalam bahan kering). Bila diasumsikan ternak besar (sapi) bobot badannya 300 kg, sehari membutuhkan bahan kering jerami sebanyak 300 x 0,02 = 6 kg/hari; dan untuk kambing/domba dengan bobot badan rata-rata 30 kg, membutuhkan
sebanyak 30 x 0,02 = 0,6 kg/hari. Dengan demikian bahan kering jerami yang tersedia dapat menampung sapi untuk selama lima bulan musim kemarau sekitar 43.217.900/(6x150) = 48.020.000 ekor setara dengan 480.200.000 ekor domba/kambing. Jerami segar yang melimpah setelah bulir padinya dirontokkan, biasanya ditumpuk di tengah petakan sawah atau di pinggir pematang sawah, dan dibiarkan membusuk dan mengering. Sebenarnya ketersediaan jerami padi ini cukup potensial bila diawetkan melalui pengeringan sinar matahari, lalu ditumpuk di tempat yang diberi naungan agar tidak kehujanan untuk dimanfaatkan sebagai cadangan pakan ternak di saat musim kemarau (AGUS  et al., 2000). Pemanfaatan jerami padi ini pada umumnya masih terbatas untuk pakan ternak ruminansia besar yaitu kerbau dan sapi potong kereman atau sapi penggemukan, sedangkan pada ruminansia kecil masih terbatas pada taraf mencoba. Kendala pemanfaatan Dibandingkan dengan jerami lain, jerami padi kurang dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Jerami padi dicirikan dengan rendahnya kandungan protein, mineral dan energi. Sebagai akibatnya, mempunyai nilai gizi yang rendah untuk pakan ternak ruminansia. Kandungan protein jerami padi bervariasi antara 3-5% (SUTARDI et al., 1982; ZULBARDI et al., 1983; SITORUS, 1989; JACKSON, 1977). Kandungan phospor dan kalsium yang tersedia dari jerami padi juga rendah. Selain kandungan proteinnya rendah, jerami padi juga mempunyai nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang rendah, yakni berturut-turut antara 34–52% dan 42–59% (WINUGROHO et al., 1983). Rendahnya kecernaan ini menyebabkan rendahnya kemampuan konsumsi bahan kering, yaitu hanya 2% dari bobot badan (JACKSON, 1977; UTOMO et al., 1998). Sebagai akibatnya, konsumsi energi juga rendah. Dibanding dengan jerami lain (misal jerami gandum), jerami padi mempunyai kandungan lignin yang rendah yaitu 6–7% sedangkan jerami barley dan oat antara 8–12% (MCDONALD et al., 1988). Namun dilain pihak, jerami padi mempunyai kandungan silika
(13 vs 3%) yang lebih tinggi (DOYLE et al., 1986). Kandungan silika ini menjadi faktor pembatas dari pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ruminansia. Hal ini disebabkan karena silika bersama-sama dengan lignin memperkuat dan memperkeras dinding sel tanaman, sehingga membuat dinding sel tersebut tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen (VAN SOEST, 1982). Rendahnya nilai kecernaan jerami padi disebabkan oleh lignifikasi dinding sel tanaman. Lignin ini merupakan bagian dari dinding sel tanaman yang terbentuk pada waktu penebalan dinding sekunder (JUNG, 1989). Sejalan dengan meningkatnya umur tanaman, kandungan silika pada dinding sel juga meningkat dan akibatnya dapat menurunkan nilai kecernaan (SUTARDIet al., 1982). Dinding sel pada prinsipnya terdiri dari pektin, hemisellulosa, sellulosa dan lignin (HARTFIELD, 1990). Terikatnya lignin dengan sellulosa dan hemisellulosa akan menghambat ketersediaan karbohidrat (CHESSON, 1988). Hal ini disebabkan karena penebalan dinding sel oleh lignin akan melindungi dinding sel secara keseluruhan dari serangan mikroba rumen (SUTARDI et al., 1982)

2.4.2 Nilai Nutrisi :  jerami
Parameter
Jerami Padi
Jerami Padi Fermentasi
Protein (%)
3,5
7
NDF (%)
80
77
Daya Cerna NDF (%)
28 – 30
50 -55
2.4.3 RESPON PEMANFAATAN JERAMI PADI UNTUK PAKAN TERNAK
Di negara dengan musim kering cukup panjang, pemanfaatan jerami padi menjadi salah satu alternatif sebagai pakan ternak, seperti halnya yang terjadi di India, Bangladesh, dan sebagian negara Afrika.



2.4.4 Pemanfaatan jerami segar
Percobaan yang dilakukan SITORUS(1987a) dengan menggunakan pakan dasar jerami padi dengan empat kombinasi perlakuan yaitu: R1 = 1,8 kg rumput cacahan + jerami padi ad lib; R2 = R1 + 180 g daun lamtoro; R3 = R1 + 360 g daun lamtoro; dan R4 = R1 +
540 g daun lamtoro) pada domba dan kambing, mendapatkan bahwa penambahan daun lamtoro dalam ransum dasar (R1) tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, namun meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada domba dari 9 g (R1) menjadi 25 g/ekor/hari (R4), dan pada kambing dari −4 g (R1) menjadi 24 g/ekor/hari (R4). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan konsumsi bahan kering pada domba (676 g/ekor/hari) nyata lebih tinggi dari kambing (557 g/ekor/hari) dengan rataan PBBH domba (18,5 g/ekor/hari) nyata lebih tinggi dari kambing (11,3 g/ekor/hari). Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa suplementasi leguminosa pada jerami padi dapat memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik, karena leguminosa memberikan suplai energi yang dapat memacu kecernaan serat jerami padi. Respon dari peningkatan kecernaan ditampilkan dalam bentuk peningkatan bobot badan yang lebih baik. Pada sapi Aceh, percobaan pakan yang dilakukan ALIdan NOERJANTO(1983) dengan perlakuan empat macam ransum (dengan kandungan protein kasar ransum antara 11,62−12,0%), masing-masing: (R1) 79% rumput gajah + 21% konsentrat; (R2) 71% rumput gajah + 5% jerami padi + 24% konsentrat; (R3) 63% rumput gajah + 10% jerami + 27% konsentrat: dan (R4) 55% rumput gajah + 15% jerami + 30% konsentrat, mendapatkan bahwa konsumsi bahan kering (BK) dan PBBH rata-rata tertinggi diperoleh pada ransum R3 yaitu 4,22 kg/ekor/hari dan 0,37 kg/ekor/hari, dan terendah pada ransum R1 yaitu 3,64 kg/ekor/hari dan 0,19 kg/ekor/hari. Efisiensi penggunaan pakan (kg bahan kering/kg PBBH) dengan ransum R3 adalah paling efisien (11,41) dibanding dengan ransum R1 (19,16). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa penggantian rumput dengan 10% jerami padi dan pemberian konsentrat 27%, menghasilkan rataan konsumsi BK dan PBBH paling tinggi.



2.4.5 Proses fermentasi dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap fermentasi dan pengeringan

2.4.5.1 Tahap pertama
·         Jerami padi yang baru dipanen dengan kadar air 65% 
·         Kemudian ditumpuk ditempat yang telah disediakan dengan ketinggian 20 cm
·         Taburi urea dan probiotik secara merata dengan takaran masing-masing 2.5 kg untuk setiap 1 ton jerami padi
·         Tambahkan lagi timbunan jerami padi setebal 20 cm lalu taburi lagi urea dan probiotik secara merata, demikian seterusnya sampai tumbukan jerami padi mencapai 1-2 m 
·         Tutup Plastik
·         Diamkan selama 14 hari, agar proses fermentasi berlangsung secara sempurna




2.4.5.2 Tahap kedua:
·         Tumpukan jerami padi yang telah mengalami proses fermentasi, diangin-anginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung
·         Setelah kering jerami fermentasi dapat diberikan kepada sapi sebagai pakan pengganti rumput segar

2.4.6 Hasil fermentasi jerami yang baik ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·         Baunya agak harum
·         Warnanya kuning agak kecoklatan
·         Teksturnya lemas(tidak kaku)
·         Tidak busuk dan tidak berjamur


2.5 RUMPUT GAJAH CHOPPER
2.5.1 Rumput gajah chopper
2.5.2 Mesin chopper
Keterangan :
2.5.1 Rumput gajah yang sudah di cacah dengan mesin chopper
2.5.1.1 Manfaatnya :
·         memudahkan sapi untuk memakannya
·         lebih praktis karena hijauan rumput gajah tidak terbuang percuma ketika sudah di cacah.
2.5.2 Mesin chopper atau mesin pencacah Hijauan makanan ternak.
Rumput Gajah terkenal dengan batangnya yang kuat dan dengan daun yang tebal.
Hal ini menyulitkan mesin chopper untuk memotong rumput ini dengan ukuran yang tepat untuk ternak.
Seringkali, kita melihat sapi-sapi memakan rumput tersebut dengan batang yang tebal, panjang dan dengan jumlah daun yang sedikit.
Hal ini tidak baik mengingat semua protein dan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki sapi itu terletak pada daunnya bukan pada batangnya.
Seperti yang juga sudah kita ketahui sapi itu merupakan ternak yang sangat memilih dengan makanannya. Mereka juga akan lebih memilih konsentrat dibandingkan hijauan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.Tanaman rumput dan legum(hijauan) untuk ternak sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak ternak tersebut karna iilah pertama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak tersebut.pertumbuhan dan perkembangan rumput dan legum salah satunya dipengaruhi oleh iklim,keadaan tanah,kandungan air dalam tanah dan keadaan hama dan penyakit serta gulma.untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk kebutuhan produktivitas ternak maka  dalam pengolaan tanaman untuk ternak harus kita lakukan pemupukan baik pupuk organik maupun anorganik.
3.2 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jerami padi dapat menggantikan 10% dari hijauan segar bagi kambing dan domba sisanya untuk sapi. Sementara itu apabila digunakan bersamaan dengan konsentrat, maka jerami padi fermentasi dapat menggantikan rumput segar
sebanyak 30%. Jerami padi cukup potensial sebagai bahan pakan ternak ruminansia, tetapi tidak dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak tunggal. Berbagai perlakuan terhadap jerami padi untuk meningkatkan nilai gizi telah banyak digunakan. Namun untuk pemanfaatan pakan di pedesaan, tampaknya suplementasi jerami padi dengan sisa hasil industri pertanian ataupun tanaman leguminosa merupakan pilihan yang mudah diterapkan.

3.3. Saran
Semoga untuk pratikum tahun berikutrnya bisa berjalan dengan lancar aman,dan juga agar mahasiswa dalam pratikum tidak main-main agar tetap serius dalam pratikum agar hasil yang akan dicapai bisa maksimal dan memuaskan.







DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.2009. Hijauan Pakan Ternak. PNPM Agribisnis Perdesaan Provinsi NTT.htm

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosoekojo dan A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sarwono, B. 1987. Macam-Macam Rumput Potong. Trubus, Jakarta.

Susetyo, S., I. Kismono dan B. Suwardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Lopez, 1978 Evluation of Forages Qualit y and the laboratory IV. Five grass species Philiphe journal of veterina ry and Animal Science. Volume IV No.2.

Van S oest, P.J,1968. Compotition Maturiti and Nutrtive Value for Forages. Vis

ALI, A dan NOERJANTO. 1983. Penggunaan jerami padi dalam ransum ternak; Pengaruhnya pada konsumsi dan berat badan sapi Aceh. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Puslitbangnak, Bogor. hlm. 37−40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar